Kamis, 06 September 2007

Dosa

Dosa Utama Manusia adalah Tidak Kerja Keras PDF Cetak E-mail
Ditulis Oleh Red / Progress
Selasa, 04 September 2007

Dibalut hawa dingin kaki pegunungan, CNKK malam itu, 1 September 2007, hadir di tengah-tengah masyarakat Desa Tonoboyo Bandongan Magelang dalam rangka Pesta Rakyat yang diselenggarakan oleh Rumah Tenun Tradisional Sederhana (RTTS), sebuah perusahaan berbasis masyarakat yang memproduksi bahan-bahan tenunan kualitas ekspor.

Panggung yang berada di lokasi tegalan dengan galengan-galengan sawah yang telah mengering menambah suasana pedesaan. Sebagian hadirin pun ada yang duduk di atas galengan di sebelah panggung bak duduk di atas tribun stadion. Rumah-rumah tempat workshop RTTS dibangun dengan konsep dinding batubata terekspos. Kanan-kiri lokasi yang dibelah oleh jalan yang menghubungkan Magelang-Bandongan-Kaliangkrik itu adalah sawah-sawah yang terhampar luas. Berduyun-duyun orang-orang desa itu datang menikmati penampilan KiaiKanjeng dan menyimak uraian Cak Nun.

"Kambing itu begitu lahir langsung belajar berjalan tanpa menunggu induknya bertindak. Untuk maju, sekarang juga urus dan bekerja keras. Tidak usah menunggu pemerintah bertindak. RTTS mengajak yuk berkerja keras. Waman yarju liqaa rabbihi fal ya'mal amalan sholihan (dan barang siapa berharap perjumpaan dengan-Nya maka beramal shalih-lah). Amal sholeh tak cuma sedekah. Amal saleh adalah kerja keras. Kunci hidup adalah nyambut gawe. Dosa utama manusia adalah tidak bekerja keras," papar Cak Nun memberikan semangat buat semua hadirin yang memadati komplek RTTS malam itu.

Selain itu, Cak Nun juga mengajak masyarakat untuk terus nguri-uri nikmat Allah. Salah satu nikmat dari Allah adalah kekayaan budaya. Cak Nun mengajak hadirin untuk belajar dari Gundul-Gundul Pacul yang malam itu dilantunkan oleh KiaiKanjeng, selain lagu-lagu Jawa penuh hikmah lainnya seperti Ilir-Ilir dan Demak Ijo. Gundul-Gundul Pacul, jelas Cak Nun, adalah karya Sunan Kalijogo. Sunan Kalijogo titip hikmat buat anak-anak yang sesungguhnya muatannya buat para pemimpin. Salah seorang hadirin pun diberi kesempatan untuk ikut menembangkan salah satu lagu Jawa itu. "Saya ingin wong Tonoboyo menjadi wong Tonoboyo. Saya ingin wong Jawa menjadi wong Jawa," tegas Cak Nun memberi dorongan agar masyarakat percaya diri bahwa mereka unggul dan kaya, serta jangan sampai minder.

Lapisan masyarakat desa Tonoboyo dan sekitarnya seperti tergugah semangatnya. Kehadiran Cak Nun dan KiaiKanjeng betul-betul memberi warna tersendiri dalam hati mereka. Mereka sangat senang dan terhibur, lebih-lebih sewaktu KiaiKanjeng mempersembahkan lagu dolanan Demak Ijo. Di situ ada kalimat: ndemok silit gudigen. Meski menyedot tawa, toh Cak Nun menjelaskan nilai-nilai yang dikandungnya yang terkait dengan makna wajah. Salah satunya, wajah adalah wakil kepribadian dan kemanusian manusia. Wakil dari martabat manusia. "Habis kentut saja yang dibasuh adalah wajah, bukan pantatnya," ujar Cak Nun. Sementara itu, tambahnya lagi, "Martabat yang rendah terjadi kalau orang itu malas, keset, nggak mau kerja, ...kerja nenun (membuat tenunan) adalah salah satu cara agar kita tidak bermartabat rendah."

Pukul 23.30, para hadirin kembali ke rumah masing-masing membawa kesadaran dan kepercayaan diri yang baru diiringi tembang-tembang yang dinyanyikan para vokalis KiaiKanjeng.[]


Tidak ada komentar: